Perjalanan ini bermula di Yogyakarta, kota yang mengasah pikiran dan perasaan. Di bangku kuliah, setahun pertama kami berada dalam ruangan yang sama. Dari pertemuan yang biasa itu, tumbuh pertemanan yang pelan-pelan menjelma menjadi pertautan. Hari-hari dilalui bersama: bercanda, belajar, dan saling meneguhkan diri.
Dalam diam, rasa telah hadir. Maka waktu berjalan, hingga tibalah kami di ujung masa kuliah. Di sanalah kesadaran tumbuh: bahwa perjalanan ini bukan kebetulan, melainkan panggilan. Kami pun merumuskan tekad dalam satu ikrar: manifesto bjong. Namira adalah Toibul, dan Toibul adalah Namira—Relasi ini menjadi istimewa.
Tahun-tahun berikutnya kami jalani bersama, melewati lika-liku hidup, memelihara kesetiaan. Kini, setelah cinta diuji oleh waktu, kami berdiri tegak, memantapkan langkah dalam satu manifesto baru: hidup bersama, sesuai titah agama. Menikah.
Toibul Hadi (2025)